Laman

Senin, 22 Desember 2014

Kesehatan pada Remaja (Bagian 3)

Hasil survei kesehatan remaja yang dilakukan oleh WHO dapat diunduh pada linik berikut ini...
http://www.who.int/chp/gshs/indonesia/en/

Permasalahan pada Remaja (Bagian 2)



Adolescence atau  remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Santrock (2003) mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Batasan usia yang ditetapkan  para ahli untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), usia remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999) menyatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 25 tahun).
A.    Permasalahan pada Remaja
Menurut Margaretha (2012), pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan persoalan psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial. Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam  perilaku-perilaku beresiko terhadap kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan; kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak direncanakan; perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti hepatitis dan HIV-AIDS; merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif lainnya. Perilaku beresiko remaja membuat mereka sering dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku beresiko dapat merugikan orang lain.
a.      Konsumsi Alkohol pada Remaja
Dari Dermawan (2010), Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Penggunaan alkohol diusia belia diasosiasikan dengan kasus-kasus bermasalah yang berkaitan dengan alkohol dimasa-masa usia selanjutnya. Data dari National Longitudinal Alcohol Epidemiologic Study memperkuat adanya kaitan penurunan tajam ketergantungan alkohol seumur hidup dan penyalahgunaan alkohol ketika usia minimal konsumsi alkohol dinaikkan batasan usianya. Untuk yang berusia 12 tahun atau lebih muda dari usia tersebut yang mengkonsumsi alkohol untuk yang pertama kalinya mempunyai peluang untuk ketergantungan seumur hidup pada alkohol sebesar 40,6% dibandingkan bagi yang memulai mengkonsumsi alkohol pada usia 18 tahun sebesar 16,6% sedangkan yang berusia 21 tahun sebesar 10,6%. Tak jauh berbeda pula dengan penyalahgunaan alkohol selama seumur hidup sebesar 8,3% bagi yang memulainya pada usia 12 tahun atau lebih muda dari itu, 7,8% bagi yang memulainya pada usia 18 tahun, dan 4,8% pada usia 21 tahun. Selain itu diasosiasikan juga dengan masalah-masalah pendidikan mereka, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja. Bagi para remaja yang baru menginjak masa remajanya, mengkonsumsi alkohol secara dini di usia tersebut diasosiasikan dengan masalah-masalah ketenagakerjaan, penyalahgunaan obat, tindak kejahatan dan kekerasan. Bahkan orang tua yang mengekspos minum alkohol dan penyalahgunaan obat punya kemungkinan besar akan menular pula perilakunya kepada anak-anaknya (Febriyanti, 2012).
b.      Perilaku Diet pada Remaja
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear. Pada masa ini pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis (Indonesian Pediatric Society, 2012).
Dari hasil penelitian Andrea (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan perilaku diet pada remaja, nilai r = -.554 dengan ρ (two tailed) < 0.01. Artinya semakin positif gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya, semakin negative gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin tinggi.Selain itu terdapat adanya perbedaan gambaran tubuh yang signifikan antara remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan dengan  nilai signifikansi ANAVA 0,006. Dan terakhir tidak terdapat perbedaan perilaku diet yang signifikan antara remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan.
c.       Penggunaan Narkoba pada Remaja
Menurut data Mabes Polri yang dimuat dalam buku Kependudukan Prespektif Islam karangan M Cholil Nafis, dari 2004 sampai Maret 2009 tercatat sebanyak 98.614 kasus (97% lebih) anak usia remaja adalah pengguna narkoba. Mudahnya generasi muda terjerat narkoba tentu saja disebabkan oleh banyak faktor, seperti depresi pekerjaan, masalah keluarga atau orang tua, lingkungan tempat tinggal, dan pengaruh teman sebaya. Khusus kalangan remaja, mereka terjerat narkoba karena faktor coba-coba, teman sebaya, lingkungan yang buruk, orang tua, serta pengaruh media film dan televisi (Safriandi, 2013).


d.      Kebersihan Diri pada Remaja
Dari Mikail (2011) disampaikan bahwa penanggulangan masalah kesehatan sebenarnya bisa dimulai dari tingkat paling bawah seperti pembinaan anak usia sekolah, dengan memberikan pemahaman tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, kurang dari 10 persen orang-orang Indonesia yang menggosok gigi dengan benar.
e.       Kesehatan Mental pada Remaja
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan biologis, psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikososial). Manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan utuh dari unsur badan, jiwa, sosial, tidak hanya dititikberatkan pada penyakit tetapi pada peningkatan kualitas hidup, terdiri dari kesejahteraan dari badan, jiwa dan produktivitas secara sosial ekonomi. Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja berbagai stresor yang ada, dapat timbul berbagai kondisi negatif seperti cemas, depresi, bahkan memicu munculnya gangguan psikotik. Kesehatan jiwa remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, 2009).
f.       Aktivitas Fisik pada Remaja
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat tertinggi terhadap kematian global yang menyebabkan sekitar 3,2 juta kematian secara global. Intensitas aktivitas fisik moderat secara reguler - seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga - memiliki manfaat yang signifikan bagi kesehatan misalnya dapat mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, kanker usus besar dan payudara, dan depresi. Selain itu aktivitas fisik dengan tingkat yang memadai akan mengurangi risiko pinggul atau patah tulang belakang dan membantu mengontrol berat badan (World Health Organization, 2014).
 Jenis – jenis aktivitas fisik remaja dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan antara lain:
a)      Kegiatan ringan: hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main playstation, main komputer, belajar di rumah, nongkrong.
b)      Kegiatan sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan ( flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat.
c)      Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh: berlari, bermain sepak bola, aerobic, bela diri (karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond.
Berdasarkan aktivitas fisik di atas, dapat disimpulkan faktor kurangnya aktivitas fisik anak penyebab dari obesitas. Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang untuk kesehatan jantung, 60 menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan 90 menit untuk menurunkan berat badan (Rofiq dalam Nurmalina, 2011).
g.      Faktor Protektif pada Remaja
Faktor pelindung adalah kondisi atau atribut pada individu, keluarga, masyarakat, atau masyarakat yang lebih luas yang ketika hadir dapat mengurangi atau menghilangkan risiko dalam keluarga dan masyarakat serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan keluarga. Faktor protektif membantu orang tua untuk menemukan sumber daya, dukungan, atau strategi coping yang memungkinkan mereka sebagai orang tua yang efektif, bahkan di bawah stres (Child Welfare Information Gateway). Faktor protektif mengacu pada sesuatu yang mencegah atau mengurangi kerentanan terhadap pengembangan gangguan. Faktor pelindung umumnya termasuk ketersediaan dukungan sosial dan penggunaan strategi koping yang sehat dalam respon terhadap stres (Tull, 2008).
h.      Perilaku Seksual pada Remaja
Pada masa remaja sudah memasuki pubertas, dimana perubahan fisik dan karakteristik mulai terlihat pada masa ini, bahkan perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja belum menikah semakin meningkat pada masa ini, hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15- 24 tahun menyatakan pernah melakukan hubungan seks pranikah masing-masing 1% pada remaja perempuan dan 9% pada remaja laki-laki (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, 2007). Masih berdasarkan sumber data yang sama menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka seperti, berpegangan tangan, berciuman serta meraba dan merangsang. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja diperkuat dengan data dari Depkes tahun 2009 di 4 kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya), menunjukan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah. Banyak faktor menyebabkan remaja berprilaku seksual yang tidak sehat, seperti faktor biologis karena pada masa ini remaja mulai mengalami peningkatan hormon testoteron yang meningkatkan ransangan seksual pada remaja, dan faktor social seperti membentuk suatu pertemuan dengan teman sebayanya sedangkan pada masa ini remaja sudah mulai tertarik dan membina hubungan intim dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan hubungan intim dengan lawan jenisnya membuat remaja sudah tidak malu dan takut untuk mengekspresikan perilaku seksual untuk memuaskan dirinya dan lawan jenisnya sebagai bentuk ekspresi rasa sayang dan cinta kepada pasangannya tanpa memperhatikan resiko yang akan dihadapi dikemudian harinya (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013).
i.        Penggunaan Tembakau pada Remaja
Ada 4 penyebab remaja merokok yang disampaikan oleh Sachi (2011) diantaranya:
1)      Pengaruh Orangtua.
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2)      Pengaruh Teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja yang tidak merokok.
3)      Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.
4)      Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media masa dan elektonik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
j.                      j. Kekerasan dan cedera yang Tidak Disengaja pada Remaja
Mercy et al. (2002) dalam penelitiannya memaparkan bahwa kekerasan oleh kaum muda adalah salah satu yang paling terlihat bentuk kekerasannya dalam  masyarakat. Di seluruh dunia, surat kabar dan laporan media penyiaran harian, kekerasan oleh kelompok-kelompok, di sekolah atau oleh pemuda di jalanan. Para korban utama dan pelaku kekerasan yang terdiri dari remaja dan dewasa muda, hampir di mana-mana. Pembunuhan dan serangan non-fatal yang melibatkan pemuda berkontribusi besar terhadap beban global prematur kematian, cedera dan cacat. Kekerasan remaja sangat merugikan tidak hanya korban, tetapi juga keluarga mereka, teman-teman dan masyarakat. Efeknya terlihat tidak hanya dalam kematian, penyakit dan kecacatan, tetapi juga dari segi kualitas hidup. Kekerasan yang melibatkan pemuda menambah besar terhadap biaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, mengurangi produktivitas, menurunkan nilai properti, mengganggu berbagai layanan penting dan umumnya merusak tatanan masyarakat. Masalah kekerasan remaja tidak dapat dilihat secara terpisah dari masalah perilaku lainnya. kekerasan para pemuda cenderung untuk melakukan berbagai kejahatan. Mereka juga sering menunjukkan masalah lain, seperti pembolosan dan menyebabkan keluar dari sekolah, penyalahgunaan obat, berbohong, mengemudi secara bebas dan tingginya tingkat penyakit menular seksual. Namun, tidak semua pelaku kekerasan memiliki masalah signifikan lainnya dari kekerasan dan tidak semua pemuda dengan masalah kekerasan. Ada kaitan erat antara kekerasan remaja dan bentuk-bentuk kekerasan. Menyaksikan kekerasan dalam rumah atau secara fisik atau pelecehan seksual, misalnya mungkin kondisi anak-anak atau remaja terhadap kekerasan dianggap sebagai cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan masalah. Terlalu lama terpapar konflik bersenjata juga dapat menyebabkan budaya umum teror yang meningkatkan terjadinya kekerasan pada pemuda. Memahami faktor-faktor yang meningkatkan risiko para pemuda menjadi korban atau pelaku kekerasan sangat penting untuk mengembangkan kebijakan efektif dan program untuk mencegah kekerasan.


DAFTAR PUSTAKA

Andea, R. (2010). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja.  Medan: Universitas Sumatera Utara Press
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2013). Seksualitas dan Remaja. Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan remaja. Komunikasi Efektif Remaja Dan Orang Tua.
Catio, Mukhlis. (2013). Peran Pendidikan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/peran-pendidikan-dalam-mengatasi-masalah-kesehatan-remaja.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Child Welfare Information Gateway. Protective Factors. A service of the Children’s Bureau, Administration for Children and Families, U. S. Department of Health and Human Services.
Dermawan, S. (2010). Pengertian Minuman Keras dan Dampaknya. Dikutip dari:

http://stevendarmawan.blogspot.com/2010/01/pengertian-minuman-keras-dan-dampaknya.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.

Febriyanti. (2012). Minuman Keras: Jangan Jadikan Teman! Dikutip dari: http://pebriiyanti.blogspot.com/2012/09/minuman-keras-jangan-jadikan-teman.html
Margaretha. (2012). Menilik Perilaku Beresiko Remaja: Tantangan dalam Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya. Surabaya: Universitas Erlangga Press
Hurlock. B. E. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga
Indarjo, S. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal dari Kesehatan Masyarakat, 5(1), 2355-3595.
Judarwanto, (2010). Inilah Permasalahan Remaja Masa Kini. http://childrenclinic.wordpress.com/2010/12/23/foto-permasalahan-kesehatan-remaja/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Mercy J, Butchart A, Farrington D, Cerdá M. Youth violence. In: Krug E, Dahlberg LL, Mercy JA, Zwi AB, Lozano R, editors. World report on violence and health. Geneva (Switzerland): World Health Organization; (2002). p. 25−56.
Mikail, B. (2011). Anak Sekolah, Agen Perubahan Pola Hidup Sehat. Dikutip dari:  http://health.kompas.com/read/2011/08/18/15121480/Anak.Sekolah.Agen.Perubahan.Pola.Hidup.Sehat
Monks, F. J. (1999). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nawawi, Qalbinur. (2013). Tiga Masalah Utama Kesehatan Anak Usia Sekolah Di Indonesia. http://health.okezone.com/read/2013/12/05/482/907644/tiga-masalah-kesehatan-anak-usia-sekolah-di-indonesia. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Rofiq, H. D. K. dalam Nurmalina. (2011). tinjauan pustaka aktivitas fisik remaja. Dikutip dari:  http://www.scribd.com/doc/178645998/tinjauan-pustaka-aktivitas-fisik-remaja
Sachi, O. R. (2011). Penyebab Remaja Merokok. Dikutip dari: http://sachiolievia.blogspot.com/2011/03/penyebab-remaja-merokok.html
Safriandi. (2013). Pengaruh Narkoba di Kalangan Remaja. http://aceh.tribunnews.com/2013/01/31/pengaruh-narkoba-di-kalangan-remaja
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (edisi keenam). Jakarta: Penerbit Erlangga
Sitaresmi, M.N. (2014). Clinical Up Date: Masalah Kesehatan Remaja di Pelayanan Kesehatan Primer.  http://obgin-ugm.com/wp-content/uploads/2014/02/Kesehatan-reproduksi-Remaja-revised.pdf. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Tull, M. (2008). Protective Factor.   http://ptsd.about.com/od/glossary/g/Protective.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
World Health Organization. (2014). Physical Activity. http://www.who.int/topics/physical_activity/en/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.


Permasalahan Kesehatan pada Remaja (Bagian 1)


Masa remaja merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam siklus hidup manusia, dimana terjadi perubahan yang sangat dramatis baik perubahan fisik, seksual, psikologis, maupun  mental. Remaja merupakan kelompok populasi terbesar, yaitu sekitar 20% dari populasi dunia dan 85% diantaranya tinggal di negara berkembang (Sitaresmi, 2014). Populasi remaja juga dianggap sebagai kelompok yang relatif paling sehat karena sudah tidak menderita penyakit infeksi semasa kanak-kanak dan belum terlalu beresiko mengalami penyakit degeneratif seperti orang tua (Sitaresmi, 2014; Judarwanto, 2010).
Data-data kesehatan mengenai remaja dari berbagai sumber justru memberikan fakta yang bertolak belakang dari anggapan bahwa remaja adalah kelompok populasi tersehat. Salah satunya, lebih dari 1,8 juta orang berusia 15 sampai 24 meninggal setiap tahun oleh penyebab yang sebenarnya bisa dicegah. Pada tahun 2008, orang muda berusia 15 sampai 24 tahun ada lah penyumbang 40% dari semua infeksi HIV baru di kalangan orang dewasa (Judarwanto, 2010). Sekitar 50 persen remaja usia 15 tahun, dan masih duduk di tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP)/ Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah merokok dan berpacaran. Total jumlah kasus penyalahgunaan narkoba siswa SMP dan SMA sampai dengan tahun 2008 tercatat 110.627 kasus, sementara di tahun 2007 tercatat 110.970 dan tahun 2006 sebanyak 73.253 (Catio, 2013). Setiap tahun, sekitar 20% dari remaja akan mengalami masalah kesehatan mental, yang paling sering depresi atau kecemasan (Judarwanto, 2010).  Sekitar 565 orang muda berusia 10-29 mati setiap hari melalui kekerasan interpersonal. Kecelakaan lalu lintas  diperkirakan menyebabkan 1.000 orang muda mati setiap hari (Catio, 2013).
Berdasarkan sensus penduduk dari BPS pada tahun 2010, jumlah remaja usia 10-24 tahun sekitar 64 juta atau 27.6%  dari jumlah penduduk sebanyak 237.6 juta jiwa. Jumlah ini adalah jumlah yang cukup besar, sehingga permasalahan kesehatan remaja perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia saat ini giat melakukan upaya penanggulangan masalah kesehatan anak usia sekolah. Tiga masalah yang menjadi fokus utama ialah kebiasaan merokok pada usia sekolah, kurang makan sayur dan buah, dan perilaku mencuci tangan agar bisa mencegah penyakit (BkkbN, 2013).  Menurut perbandingan Risdakes tahun 2007 dan 2010, ditemukan kejadian anak merokok pada usia sekolah ialah usia lim atahun sampai sembilan, anak merokok pada usia sekolah meningkat dari 1,2% menjadi 1,7%. Pada kategori 10 sampai 14 tahun terjadi peningkatan dari 10,3% menjadi 17,5% dan makin tinggi pada kategori selanjutnya. Kemudian prevalensi anak usia sekolah yang kurang makan sayur dan buah masaih di angka 93,6% untuk kategori umur 10 sampai 14 tahun. Sementara perilaku benar dalam cuci tangan ialah masih 17% di usia 10 sampai 14 tahun (BkkbN, 2013). Semua ini menjadi fokus Kemenkes RI agar angka-angka ini dapat ditekan dari tahun ke tahun melalui program-program kesehatan (Nawawi, 2013).
Pembangunan kesehatan pada kelompok remaja merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yaitu hak untuk memperoleh palayanan kesehatan sesuai dengan UU no 23 tahun 1993 tentang Kesehatan dan UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Program kesehatan remaja juga merupakan salah satu program yang terintegrasi dalam Pelayanan Kesehatan Dasar (Catio, 2013). Perencanaan dari program ini memerlukan keterpaduan berbagai unsur-unsur  terkait dan juga ketentuan lain yang telah berlaku. 

Senin, 14 November 2011

Cerita Perawat 2: Harmonisasi Emergensi


Seperti biasanya, aku ngoyot di bus shelter menunggu si bus 7* datang. Jumlah bus yang beroperasi di jalur ini memang tak sebanyak jalur yang lain, sebagian banyak penumpangnya pun lansia. Sudah hampir setengah jam kakiku menopang badanku yang sudah lebih gemuk dibanding pertama kalinya aku ngoyot di tempat yang sama… Fiuhhh…. Mana sih, bikin bosan saja. Ambil posisi PW (puwweeenakk), nyandar ke tembok, ambil HP, aku nyalakan music player, biar ditemeni singer yg cakep (xixixi, malu^^), Maher Zein… Beuh… mantebs, menunggu jd tdk begitu membosankan.

Lagi melo-melonya dengerin suara Maher Zein, diriku terperanjat, kaget bin terkejut, berteriak, “astaghfirullah…”, sambil kututupkan tangan ke mulut…. Di depanku, di depan mataku, terjadi tragedi yang dulunya sempat kupertanyakan (kok tidak pernah ada kecelakaan ya di jalan? Keren…). Nah, now, peristiwa itu tertampakkan di depan mataku…. Seorang gadis tertabrak oleh motor…. (aku tidak tahu kronologi si gadis cantik ini bisa tertabrak because saking menghayati lagunya si Cakep), yang jelas sepertinya suakit banget tu gadis, remuk mungkin (apanya yg remuk?), betapa kerasnya hantaman stang motor itu ke tubuh mungil si gadis).

Kontan, aku dekati si gadis yang terperingsut di jalur motor itu (bahasanya aneh ya, semoga dapat dimengerti, gk nemu bahasa yg cocok soalnya, speechless, kehilangan kata2 setelah 2 bulan dicekok’in bahasa Inggris). Bertumpu badan pada kedua kaki dan kedua tangannya, ia tidak bergeming…. Hanya rintihan tersendat-sendat yang terdengar dari mulutnya dengan wajah yg menunduk… Aku ikut jongkok agar bisa kulihat keadaannya, biar bisa kutatap raut mukanya, minimal bisa kutebak rasa yang ia rasakan (mengira2 seberapa parah ia, dengan menebak skala nyerinya (pake ilmu kiro-kirologi lagi deh). Anehnya, tak ada lagi yang mendekat, hanya aku…. Lhoh????? Kenapa ini,,, padahal banyak orang. Waduh, mbuhlah, cuek bebek.

Bisa tebak apa yg kulakukan???? Seperti biasa pula, bingung meh nyapo. Meh Tanya, “dimana yang sakit?" gk iso bahasane… “What do you feel?”… “ Where the sick?” bahasa inggrisnya juga ikut2an berabe..

Untung ada 2 orang yang ikut nimbrung…. Yang membantu komunikasi, tapi ya sama saja si gadis tidak mau berkata-kata, hanya merintih.

Si pengendara motornya yang trpelanting ke tengah jalan (gk jatuh, hanya tidak berhenti di TKP, saking bantere) datang,,, jreng,,jreng,,,

Aku tatap dia, wuihhh,,,,, seperti artis korea…. What???? Oh no, jaga pandangan…jaga pandangan,,, cukup sekali saja natapnya (pandangan pertama kan diperbolehkan, he)

Si artis korea ikut2an bingung… yo mesti, nabrak kok, dadi kabeh podho bingung… ada bapak2 (petugas bus sepertinya) yang datang dan telepon2 begitu… Kami angkat si gadis ke tepi (tenang, tidak tampak ada cedera vertebra, because si gadis bisa mencoba berdiri), kami dudukkan dia….

Yang keren, tampak sebuah mobil dengan lampu biru merahnya dari kejauhan… Wuissshhh cepet banget ambulance-nya datang (gk nyampe 10 menit dari jam kejadian). Tulit..tulit..tulit… ambulance mendekat. Jreg, berhenti di dekat kami, petugas samping sopir langsung turun menghampiri… lengkap dengan perlindungan dirinya (masker dan sarung tangan plastic), tapi lagi2 mata ini tertuju pada wajahnya yg tertutup masker,,, beuh, tampak cakep, keren (hehehe). Si sopir juga turun, rupanya tenaga medis juga, tak kalah cakepnya. Upss… ghodul bashar…

Dia lihat kondisi pasien, kembali lagi ke ambulance dan mengambil sebuah tas. Dikeluarkan normal salin dan kassa,,, dibersihkannya vulnus ekskoriasi alias lecet (hehehe, nggaya pake bhsa medis), bersih sudah, ditutup kassa dan diplester. Petugas yang lain mengambil brangkart (tulisane piye sih? Pokok’e anak keperawatan mudeng iki). Brangkart-nya apik je, bisa munggah mudun dhewe, nekuk dhewe (‘katrok’ banget, orang kita juga punya, sorry ya, lebai.com). Tubuh gadis dipapah ke brangkart, diselimuti, diikat (ehh, kayak barang aja), di-restraint maksudnya dan dimasukkan ke ambulance….

Kutatap ambulance yang pergi menjauh membawa gadis itu… hingga tak tampak kembali (ya iya, wong ambulance-nya belok di pertigaan, gk tampak lagi, hihihihi)

Petugas bus menghampiriku….

“Where are you from?..”

“Thanks U very much”

Seorang kakek lain juga bertanya hal yang sama, Cuma pake bhsa planet china, bla..bla…

“..in ni ren ma?” Intinya, kamu orang INDONESIA? (kayaknya gitu, he..)

Dan akhirnya, si 7* datang…. Asyik… Waktunya pergi…. Sampai jumpa lagi. (^___^)

Taichung-Taiwan, 29 Oktober 2011

Cerita Perawat 2: Siapa yang Seharusnya Peduli?


...............

Aku mengikuti Mas L dari belakang. Kami masuk ke ruang UGD menuju sebuah bed pasien. Di situ terbaring seorang wanita berkerudung yang terlihat sangat lemas, wajahnya pucat sekali. Aku mendekatinya.

”Mbak...tolong saya” suaranya lirih, air matanya mengalir.

”iya, Mbak..”

”Saya kok diare darah, keluar terus, tak mau berhenti. Sudah basah semua celana saya ini”

Kulihat celananya, tak bisa kubayangkan apa yang dirasakannya. Kupandangi juga tubuhnya yang kurus sekali.

”sebentar ya mbak” jawabku mengulur waktu. Aku masih bingung.

Mas L mengajakku keluar.

”Seperti itulah Dek. Namanya mbak Vani (bukan nama sebenarnya). Dia dari kota M, naik bus sendiri. Merangkak katanya”

”Sendiri..?” ucapku lirih. Terbersit gambaran mbak Vani yang merangkak naik bus dan turun bus. Dengan kondisi tubuh yang seperti itu, dia melakukannya sendiri.

”Aku harus gimana mas?”

”Coba kau bersihkan saja dulu Dek”.

Aku pun pergi menemui mbak Vani lagi.

Sambil tersenyum kutanya, “Mbak namanya siapa?” walau aku sudah tahu namanya, aku tetap menanyakannya, sebagai caraku untuk menjalin hubungan saling percaya.

”Vani...”

”perkenalkan nama saya Rara, saya temannya mas L”.

Mbak Vani tersenyum pucat.

”Mbak, saya bersihkan ya diarenya. Bawa celana ganti tidak?”

“Tidak mbak, saya tidak bawa apa-apa.”

“Ya, sudah, saya belikan pampers ya. Mbak Vani mau pakai nantinya?”

”Ya...”

.....

Kuajak mbak vani ke kamar mandi untuk ganti celana. Kupakai handscone yang sudah disediakan.

“Mbak, apa ini?” jerit mbk Vani.

Kulihat tangan mbak vani memegang benjolan sebesar kepalan tangan laki-laki dewasa yang keluar dari anus. Benjolan itu berwarna merah darah segar. Dia meremasnya.

“mbak vani, jangan diremas ya…. Nanti terjadi perdarahan, ayo kalau sudah selesai kita segera kembali ke tempat tidur”

“Mbak ini apa?” sambil menangis mbak Vani tetap meremas benjolan tersebut.

“Mbak vani, tidak apa-apa. Ayo saya bantu bersih-bersih”. Hatiku miris melihatnya. Terlihat sekali mbak Vani kesakitan gara-gara benjolan tersebut. Dengan sekuat tenaga ia mengejan untuk mengeluarkan feses, tetapi yang keluar justru benjolan merah darah. Kubantu ia memakai pampers sebagai bantalan feses dan darah, serta celananya. Kupapah ia menuju bed kembali.

Mas L mencoba menghubungi no rumah yang diberikan mbak Vani. Berkali-kali kami menghubuginya, tetapi yang dituju tidak mengangkat telepon.

....

Mbak Vani pernah menikah 3 kali semasa hidupnya. Suami yang pertama menikah lagi jadi mbak Vani meminta cerai demi istri kedua suaminya. Lalu ia menikah lagi dg seorang laki-laki yang sangat mencintai mbak Vani. Tapi takdir memisahkan mereka, suami kedua mbak Vani tertabrak motor dan meninggal dunia. Mbak Vani menikah lagi dengan seorang laki-laki yg harapannya dia adalah pendamping hidupnya sampai tua nanti. Tapi ternyata suami ketiganya ini bukanlah sosok setia pada satu pasangan. Mbak Vani akhirnya meminta cerai lagi. Tapi sungguh naas nasib mbak Vani, dia sudah terlanjur mendapat transmisi virus HIV......

Cerita Calon Perawat 1: Kisah Jatuh dan Terpeleset


Semarang, 1 Desember 2009

Hari ini adalah jadwalku praktik malam di IGD (Instalasi Gawat Darurat) sebuah rumah sakit di Semarang. Huaahhhh....awalnya ngantuk, tapi setelah masuk ruangan IGD dan melihat pasien membuatku semangat. Yupz, waktunya beraksi hingga membuat malam ini terasa menyenangkan.

Ada yang menarik hati ketika kulihat buku rekapitulasi pasien dini hari ini. Ehhm...dalam satu siklus hari ini terdapat 6 pasien yang masuk IGD akibat jatuh dan terpelesat, bukan karena kecelakaan lalu lintas yang setiap hari selalu ada.

a. Tiga pasien jatuh terpeleset di kamar mandi:

• Ada Tn. X (50thn) terpeleset di kamar mandi hingga menyebabkan fraktur (patah tulang) tertutup di tangan kirinya.

• Ada lagi Tn. Y (61thn) jatuh di kamar mandi dan masuk IGD dengan diagnosa stroke attack.

• Yang terakhir Ny. Z (41thn) yang terpeleset juga di kamar mandi. Akibatnya tak kalah parah dengan pasien sebelumnya, kedua bibir dan pipi kiri si ibu bengkak, hidung pasien berbekas darah kering (kata si bapak/suaminya, si ibu ini mengeluarkan darah lewat hidung pasca jatuh). Setelah dirontgent, dokter mencurigai adanya keretakan tulang hidung.

b. Dua pasien jatuh dari tangga

• Pasien pertama, Tn. A (53thn) yang jatuh dari tangga dan menderita cedera kepala ringan.

• Pasien kedua Tn. B (25thn), jatuh dari tangga hingga kuku pada jempol kaki kirinya mau lepas. Bapak ini mengerang dan berteriak kesakitan saat perawat melakukan tindakan pelepasan kuku dan penjahitan luka.

c. Satu pasien jatuh dari pohon.

Adalah Tn. O (menurut ilmu perkiraan, umurnya kira-kira 23 tahunan-an). Kasus ini tak main-main. Pasien datang tengah malam dengan mengerang kesakitan. Tubuhnya kotor seperti dari ladang, banyak serpihan daun di lehernya. Awalnya kami kira ia pasien kecelakaan lalu lintas. Ternyata setelah kami tanya, ia dan temannya menyatakan bahwa ia jatuh dari pohon. Jatuh dari pohon? Malam-malam begini? Bikin penasaran saja. “Kenapa manjat pohon malam-malam begini, mas?” kami tanya si pasien. Si pasien tak menjawab. Teman-temannyanya yang menjawab, bahwa pasien jatuh dari pohon durian di kampusnya. Ehmmm.....begitu tho (manggut2). Nah, selanjutnya pembaca yang budiman bisa menebak sendiri. Si pasien mengalami fraktur di tangan kiri, dan suspek fraktur pula di tangan kanannya. Akhirnya si pasien dibawa ke ruangan rawat inap dengan kedua tangan terpasang spalk (kayak robot deh,,, cepat sembuh ya Mas).

Pada hari pertama aku praktik pun, aku menjumpai ada dua pasien yang jatuh di kamar mandi. Yang satu seorang wanita muda yang hamil, hamil muda pula. Si ibu mengalami perdarahan di kandungannya. Yang seorang lagi seorang ibu setengah baya dan menderita pegal di sebagian besar tubuhnya.

Kejadian jatuh dan terpeleset memang sudah sering kita dengar. Hanya saja mungkin kita tak sampai berpikir bahwa kejadian itu dapat berakibat fatal, seperti yang telah saya tulis. Kamar mandi.....tempat yang setiap hari kita datangi, tempat ini sering kali licin akibat mudahnya akses air dan lumut/ kotoran yang membuat kejadian jatuh sering terjadi di sini (menurut hukum peluang dari statistika jaman SMA dulu). Tangga....yang seharusnya membantu kita lebih aman untuk bergerak naik dan turun pada dua tempat yang berbeda ketinggian, malah dapat membuat kita turun sepeti gerak jatuh bebas atau vertikal ke bawah. Banyak gaya yang akan diterima tubuh ketika jatuh ini. Efek gaya dan perubahan energi yang terjadi dapat menyebabkan cedera pada tubuh yang terkena, bahkan efeknya bisa menjalar ke bagian tubuh yang lain layaknya penjalaran gelombang pada benda padat.

Ngeriii....

Musibah bisa terjadi dimanapun kita berada. Dari kamar mandi bisa sampai ke IGD rumah sakit, dari tangga juga bisa ke IGD, bahkan dari pohon durian pun juga masuk pintu IGD (bukan durian runtuh lagi ceritanya, tapi justru manusia yang runtuh, eh jatuh dari pohon durian). Jadi, memang banyak sekali pintu masuk ke IGD. So, Be carefull anytime and anywhere.... :)

Salam Sehat dari sang Calon Perawat!!!!

Minggu, 28 Maret 2010

“HOUSE OF NURSING” BERHASIL MENDAPATKAN JUARA III DALAM LOMBA PKMK UNAIR

HOUSE OF NURSING; PENGEMBANGAN ENTERPRENEUR KEPERAWATAN BERBASIS MULTY SERVICE SYSTEM

Diusulkan dalam:

LOMBA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BIDANG KEWIRAUSAHAAN (PKM-K)

ENTERPRENEURSHIP IN NURSING”

DIES NATALIS 11 TAHUN PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2010

Oleh:

Siwi Sri Widhowati NIM. G2B006057

Antok Supriyanto P. M. NIM. G2B000100

Restu Ulfah Satyami NIM. G2B008111

Febri Yudha Utama NIM. G2B009024

MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG


Karya tulis ini dilatar belakangi oleh fenomena menjamurnya stikes atau institusi pendidikan keperawatan di Indonesia saat ini yang menyebabkan ketidakseimbangan jumlah lulusan perawat dan lapangan kerja yang tersedia. Jumlah perawat yang menganggur di Indonesia ternyata cukup mencengangkan. Tingginya angka pengangguran ini seperti mengindikasikan bahwa lapangan pekerjaan bagi perawat di Indonesia sangat terbatas atau menyempit. Tingginya angka pengangguran perawat juga disebabkan tidak terserapnya para perawat ini oleh lapangan kerja di luar negeri. Maka untuk dapat memperluas lahan pekerjaan, perawat harus bisa melihat peluang-peluang yang dapat dijadikan untuk berwirausaha. Banyaknya tenaga perawat, adanya kebutuhan masyarakat untuk akses pelayanan kesehatan preventif kuratif, serta tingginya permintaan tenaga perawat luar negeri dan kebutuhan peningkatan skill bahasa asing bagi perawat Indonesia merupakan sebuah peluang bagi perawat untuk berenterpreneur. Hal ini mendasari penulis untuk merilis konsep wirausaha yang memberdayakan peluang-peluang usaha tersebut. Tujuan dari program ini adalah membentuk lapangan kerja baru bagi lulusan perawat serta lembaga pendidikan bahasa asing bagi perawat yang akan bekerja di luar negeri.

“HOUSE OF NURSING” BERHASIL MENDAPATKAN JUARA III

DALAM LOMBA PKMK UNAIR

Karya tulis berjudul House of Nursing; Pengembangan Enterpreneur Keperawatan Berbasis Multy Service System ini disajikan dalam rangkaian seleksi finalis PKMK UNAIR pada tanggal 27 Maret 2010 di Fakultas Keperawatan UNAIR Surabaya. Keseluruhan finalis berjumlah 10 tim yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi termasuk Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, Universitas Dipoengoro dan unibersitas/ Stikes lainnya.

UNDIP berhasil mengirimkan dua Tim yang lolos seleksi finalis yaitu:

Tim 1: Dyah Kartika Putri (angkatan 2006), Iim Mardiyah (angkatan 2006), dan Mariyati (angkatan 2008). Tim ini menulis karya tulis berjudul “Modern Dressing sebagai Nerspreneurship yang Prospektif”

Tim 2: Siwi Sri Widhowati (angkatan 2006), Antok Supriyanto Prawira Muda (angkatan 2008), Restu Ulfah Satyami (angkatan 2008), dan Febri Yudha Utama (angkatan 2009).

Masing-masing tim mempresentasikan karyanya dengan dirasi waktu 10 menit untuk presentasi dan 15 menit untuk tanya jawab. Pertanyaan diberikan oleh 3 dewan juri. Setiap juri mempunyai waktu 5 menit melakukan tanya jawab dengan tim penyaji.

Tim UNDIP atas nama Siwi dkk yang mempresentasikan karya House of Nursing dalam urutan kesembilan telah berhasil mendapatkan urutan juara 3 dalam kompetisi ini. Tim tuan rumah (Universitas Airlangga) berhasil menggaet juara pertama dan kedua.