Laman

Senin, 22 Desember 2014

Permasalahan pada Remaja (Bagian 2)



Adolescence atau  remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Santrock (2003) mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Batasan usia yang ditetapkan  para ahli untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), usia remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999) menyatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 25 tahun).
A.    Permasalahan pada Remaja
Menurut Margaretha (2012), pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan persoalan psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial. Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam  perilaku-perilaku beresiko terhadap kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan; kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak direncanakan; perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti hepatitis dan HIV-AIDS; merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif lainnya. Perilaku beresiko remaja membuat mereka sering dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku beresiko dapat merugikan orang lain.
a.      Konsumsi Alkohol pada Remaja
Dari Dermawan (2010), Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Penggunaan alkohol diusia belia diasosiasikan dengan kasus-kasus bermasalah yang berkaitan dengan alkohol dimasa-masa usia selanjutnya. Data dari National Longitudinal Alcohol Epidemiologic Study memperkuat adanya kaitan penurunan tajam ketergantungan alkohol seumur hidup dan penyalahgunaan alkohol ketika usia minimal konsumsi alkohol dinaikkan batasan usianya. Untuk yang berusia 12 tahun atau lebih muda dari usia tersebut yang mengkonsumsi alkohol untuk yang pertama kalinya mempunyai peluang untuk ketergantungan seumur hidup pada alkohol sebesar 40,6% dibandingkan bagi yang memulai mengkonsumsi alkohol pada usia 18 tahun sebesar 16,6% sedangkan yang berusia 21 tahun sebesar 10,6%. Tak jauh berbeda pula dengan penyalahgunaan alkohol selama seumur hidup sebesar 8,3% bagi yang memulainya pada usia 12 tahun atau lebih muda dari itu, 7,8% bagi yang memulainya pada usia 18 tahun, dan 4,8% pada usia 21 tahun. Selain itu diasosiasikan juga dengan masalah-masalah pendidikan mereka, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja. Bagi para remaja yang baru menginjak masa remajanya, mengkonsumsi alkohol secara dini di usia tersebut diasosiasikan dengan masalah-masalah ketenagakerjaan, penyalahgunaan obat, tindak kejahatan dan kekerasan. Bahkan orang tua yang mengekspos minum alkohol dan penyalahgunaan obat punya kemungkinan besar akan menular pula perilakunya kepada anak-anaknya (Febriyanti, 2012).
b.      Perilaku Diet pada Remaja
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear. Pada masa ini pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis (Indonesian Pediatric Society, 2012).
Dari hasil penelitian Andrea (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan perilaku diet pada remaja, nilai r = -.554 dengan ρ (two tailed) < 0.01. Artinya semakin positif gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya, semakin negative gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin tinggi.Selain itu terdapat adanya perbedaan gambaran tubuh yang signifikan antara remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan dengan  nilai signifikansi ANAVA 0,006. Dan terakhir tidak terdapat perbedaan perilaku diet yang signifikan antara remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan.
c.       Penggunaan Narkoba pada Remaja
Menurut data Mabes Polri yang dimuat dalam buku Kependudukan Prespektif Islam karangan M Cholil Nafis, dari 2004 sampai Maret 2009 tercatat sebanyak 98.614 kasus (97% lebih) anak usia remaja adalah pengguna narkoba. Mudahnya generasi muda terjerat narkoba tentu saja disebabkan oleh banyak faktor, seperti depresi pekerjaan, masalah keluarga atau orang tua, lingkungan tempat tinggal, dan pengaruh teman sebaya. Khusus kalangan remaja, mereka terjerat narkoba karena faktor coba-coba, teman sebaya, lingkungan yang buruk, orang tua, serta pengaruh media film dan televisi (Safriandi, 2013).


d.      Kebersihan Diri pada Remaja
Dari Mikail (2011) disampaikan bahwa penanggulangan masalah kesehatan sebenarnya bisa dimulai dari tingkat paling bawah seperti pembinaan anak usia sekolah, dengan memberikan pemahaman tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, kurang dari 10 persen orang-orang Indonesia yang menggosok gigi dengan benar.
e.       Kesehatan Mental pada Remaja
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan biologis, psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikososial). Manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan utuh dari unsur badan, jiwa, sosial, tidak hanya dititikberatkan pada penyakit tetapi pada peningkatan kualitas hidup, terdiri dari kesejahteraan dari badan, jiwa dan produktivitas secara sosial ekonomi. Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja berbagai stresor yang ada, dapat timbul berbagai kondisi negatif seperti cemas, depresi, bahkan memicu munculnya gangguan psikotik. Kesehatan jiwa remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, 2009).
f.       Aktivitas Fisik pada Remaja
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat tertinggi terhadap kematian global yang menyebabkan sekitar 3,2 juta kematian secara global. Intensitas aktivitas fisik moderat secara reguler - seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga - memiliki manfaat yang signifikan bagi kesehatan misalnya dapat mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, kanker usus besar dan payudara, dan depresi. Selain itu aktivitas fisik dengan tingkat yang memadai akan mengurangi risiko pinggul atau patah tulang belakang dan membantu mengontrol berat badan (World Health Organization, 2014).
 Jenis – jenis aktivitas fisik remaja dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan antara lain:
a)      Kegiatan ringan: hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main playstation, main komputer, belajar di rumah, nongkrong.
b)      Kegiatan sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan ( flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat.
c)      Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh: berlari, bermain sepak bola, aerobic, bela diri (karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond.
Berdasarkan aktivitas fisik di atas, dapat disimpulkan faktor kurangnya aktivitas fisik anak penyebab dari obesitas. Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang untuk kesehatan jantung, 60 menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan 90 menit untuk menurunkan berat badan (Rofiq dalam Nurmalina, 2011).
g.      Faktor Protektif pada Remaja
Faktor pelindung adalah kondisi atau atribut pada individu, keluarga, masyarakat, atau masyarakat yang lebih luas yang ketika hadir dapat mengurangi atau menghilangkan risiko dalam keluarga dan masyarakat serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan keluarga. Faktor protektif membantu orang tua untuk menemukan sumber daya, dukungan, atau strategi coping yang memungkinkan mereka sebagai orang tua yang efektif, bahkan di bawah stres (Child Welfare Information Gateway). Faktor protektif mengacu pada sesuatu yang mencegah atau mengurangi kerentanan terhadap pengembangan gangguan. Faktor pelindung umumnya termasuk ketersediaan dukungan sosial dan penggunaan strategi koping yang sehat dalam respon terhadap stres (Tull, 2008).
h.      Perilaku Seksual pada Remaja
Pada masa remaja sudah memasuki pubertas, dimana perubahan fisik dan karakteristik mulai terlihat pada masa ini, bahkan perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja belum menikah semakin meningkat pada masa ini, hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15- 24 tahun menyatakan pernah melakukan hubungan seks pranikah masing-masing 1% pada remaja perempuan dan 9% pada remaja laki-laki (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, 2007). Masih berdasarkan sumber data yang sama menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka seperti, berpegangan tangan, berciuman serta meraba dan merangsang. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja diperkuat dengan data dari Depkes tahun 2009 di 4 kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya), menunjukan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah. Banyak faktor menyebabkan remaja berprilaku seksual yang tidak sehat, seperti faktor biologis karena pada masa ini remaja mulai mengalami peningkatan hormon testoteron yang meningkatkan ransangan seksual pada remaja, dan faktor social seperti membentuk suatu pertemuan dengan teman sebayanya sedangkan pada masa ini remaja sudah mulai tertarik dan membina hubungan intim dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan hubungan intim dengan lawan jenisnya membuat remaja sudah tidak malu dan takut untuk mengekspresikan perilaku seksual untuk memuaskan dirinya dan lawan jenisnya sebagai bentuk ekspresi rasa sayang dan cinta kepada pasangannya tanpa memperhatikan resiko yang akan dihadapi dikemudian harinya (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013).
i.        Penggunaan Tembakau pada Remaja
Ada 4 penyebab remaja merokok yang disampaikan oleh Sachi (2011) diantaranya:
1)      Pengaruh Orangtua.
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2)      Pengaruh Teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja yang tidak merokok.
3)      Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.
4)      Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media masa dan elektonik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
j.                      j. Kekerasan dan cedera yang Tidak Disengaja pada Remaja
Mercy et al. (2002) dalam penelitiannya memaparkan bahwa kekerasan oleh kaum muda adalah salah satu yang paling terlihat bentuk kekerasannya dalam  masyarakat. Di seluruh dunia, surat kabar dan laporan media penyiaran harian, kekerasan oleh kelompok-kelompok, di sekolah atau oleh pemuda di jalanan. Para korban utama dan pelaku kekerasan yang terdiri dari remaja dan dewasa muda, hampir di mana-mana. Pembunuhan dan serangan non-fatal yang melibatkan pemuda berkontribusi besar terhadap beban global prematur kematian, cedera dan cacat. Kekerasan remaja sangat merugikan tidak hanya korban, tetapi juga keluarga mereka, teman-teman dan masyarakat. Efeknya terlihat tidak hanya dalam kematian, penyakit dan kecacatan, tetapi juga dari segi kualitas hidup. Kekerasan yang melibatkan pemuda menambah besar terhadap biaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, mengurangi produktivitas, menurunkan nilai properti, mengganggu berbagai layanan penting dan umumnya merusak tatanan masyarakat. Masalah kekerasan remaja tidak dapat dilihat secara terpisah dari masalah perilaku lainnya. kekerasan para pemuda cenderung untuk melakukan berbagai kejahatan. Mereka juga sering menunjukkan masalah lain, seperti pembolosan dan menyebabkan keluar dari sekolah, penyalahgunaan obat, berbohong, mengemudi secara bebas dan tingginya tingkat penyakit menular seksual. Namun, tidak semua pelaku kekerasan memiliki masalah signifikan lainnya dari kekerasan dan tidak semua pemuda dengan masalah kekerasan. Ada kaitan erat antara kekerasan remaja dan bentuk-bentuk kekerasan. Menyaksikan kekerasan dalam rumah atau secara fisik atau pelecehan seksual, misalnya mungkin kondisi anak-anak atau remaja terhadap kekerasan dianggap sebagai cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan masalah. Terlalu lama terpapar konflik bersenjata juga dapat menyebabkan budaya umum teror yang meningkatkan terjadinya kekerasan pada pemuda. Memahami faktor-faktor yang meningkatkan risiko para pemuda menjadi korban atau pelaku kekerasan sangat penting untuk mengembangkan kebijakan efektif dan program untuk mencegah kekerasan.


DAFTAR PUSTAKA

Andea, R. (2010). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja.  Medan: Universitas Sumatera Utara Press
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2013). Seksualitas dan Remaja. Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan remaja. Komunikasi Efektif Remaja Dan Orang Tua.
Catio, Mukhlis. (2013). Peran Pendidikan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/peran-pendidikan-dalam-mengatasi-masalah-kesehatan-remaja.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Child Welfare Information Gateway. Protective Factors. A service of the Children’s Bureau, Administration for Children and Families, U. S. Department of Health and Human Services.
Dermawan, S. (2010). Pengertian Minuman Keras dan Dampaknya. Dikutip dari:

http://stevendarmawan.blogspot.com/2010/01/pengertian-minuman-keras-dan-dampaknya.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.

Febriyanti. (2012). Minuman Keras: Jangan Jadikan Teman! Dikutip dari: http://pebriiyanti.blogspot.com/2012/09/minuman-keras-jangan-jadikan-teman.html
Margaretha. (2012). Menilik Perilaku Beresiko Remaja: Tantangan dalam Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya. Surabaya: Universitas Erlangga Press
Hurlock. B. E. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga
Indarjo, S. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal dari Kesehatan Masyarakat, 5(1), 2355-3595.
Judarwanto, (2010). Inilah Permasalahan Remaja Masa Kini. http://childrenclinic.wordpress.com/2010/12/23/foto-permasalahan-kesehatan-remaja/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Mercy J, Butchart A, Farrington D, Cerdá M. Youth violence. In: Krug E, Dahlberg LL, Mercy JA, Zwi AB, Lozano R, editors. World report on violence and health. Geneva (Switzerland): World Health Organization; (2002). p. 25−56.
Mikail, B. (2011). Anak Sekolah, Agen Perubahan Pola Hidup Sehat. Dikutip dari:  http://health.kompas.com/read/2011/08/18/15121480/Anak.Sekolah.Agen.Perubahan.Pola.Hidup.Sehat
Monks, F. J. (1999). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nawawi, Qalbinur. (2013). Tiga Masalah Utama Kesehatan Anak Usia Sekolah Di Indonesia. http://health.okezone.com/read/2013/12/05/482/907644/tiga-masalah-kesehatan-anak-usia-sekolah-di-indonesia. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Rofiq, H. D. K. dalam Nurmalina. (2011). tinjauan pustaka aktivitas fisik remaja. Dikutip dari:  http://www.scribd.com/doc/178645998/tinjauan-pustaka-aktivitas-fisik-remaja
Sachi, O. R. (2011). Penyebab Remaja Merokok. Dikutip dari: http://sachiolievia.blogspot.com/2011/03/penyebab-remaja-merokok.html
Safriandi. (2013). Pengaruh Narkoba di Kalangan Remaja. http://aceh.tribunnews.com/2013/01/31/pengaruh-narkoba-di-kalangan-remaja
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (edisi keenam). Jakarta: Penerbit Erlangga
Sitaresmi, M.N. (2014). Clinical Up Date: Masalah Kesehatan Remaja di Pelayanan Kesehatan Primer.  http://obgin-ugm.com/wp-content/uploads/2014/02/Kesehatan-reproduksi-Remaja-revised.pdf. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Tull, M. (2008). Protective Factor.   http://ptsd.about.com/od/glossary/g/Protective.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
World Health Organization. (2014). Physical Activity. http://www.who.int/topics/physical_activity/en/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi untuk Kemajuan Bersama (^_^)'!!!