Adolescence atau remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti perkembangan
menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa
istilah adolescence mempunyai arti
lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik.
Santrock (2003) mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan
sosial. Batasan usia yang ditetapkan
para ahli untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall (dalam Santrock,
2003), usia remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999)
menyatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi
dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya
(usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 25 tahun).
A.
Permasalahan
pada Remaja
Menurut Margaretha (2012), pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan
pesat. Hal ini menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri
dengan kondisi mereka saat ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini
bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena mereka berhasil mengenali
identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal tersebut
penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain
dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja
biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan
persoalan psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial. Di
Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam perilaku-perilaku beresiko
terhadap kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan;
kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak
direncanakan; perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti
hepatitis dan HIV-AIDS; merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini;
penggunaan ganja dan zat-zat adiktif lainnya. Perilaku beresiko remaja membuat
mereka sering dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka
diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja
adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan
(well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku beresiko dapat merugikan
orang lain.
a.
Konsumsi
Alkohol pada Remaja
Dari
Dermawan (2010), Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah
bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi
berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik
(GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Mereka
yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin
berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai
realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan
fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah,
atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya
mudah tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Penggunaan alkohol diusia belia
diasosiasikan dengan kasus-kasus bermasalah yang berkaitan dengan alkohol
dimasa-masa usia selanjutnya. Data dari National Longitudinal Alcohol
Epidemiologic Study memperkuat adanya kaitan penurunan tajam ketergantungan
alkohol seumur hidup dan penyalahgunaan
alkohol ketika usia minimal konsumsi alkohol dinaikkan batasan usianya. Untuk
yang berusia 12 tahun atau lebih muda dari usia tersebut yang mengkonsumsi
alkohol untuk yang
pertama kalinya mempunyai peluang untuk ketergantungan seumur hidup pada
alkohol sebesar 40,6% dibandingkan bagi yang memulai mengkonsumsi alkohol pada
usia 18 tahun sebesar 16,6% sedangkan yang berusia 21 tahun sebesar 10,6%. Tak
jauh berbeda pula dengan penyalahgunaan alkohol selama seumur hidup sebesar
8,3% bagi yang memulainya pada usia 12 tahun atau lebih muda dari itu, 7,8%
bagi yang memulainya pada usia 18 tahun, dan 4,8% pada usia 21 tahun. Selain itu diasosiasikan juga dengan masalah-masalah
pendidikan mereka, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja. Bagi para remaja yang
baru menginjak masa remajanya, mengkonsumsi alkohol secara dini di usia
tersebut diasosiasikan dengan masalah-masalah ketenagakerjaan, penyalahgunaan
obat, tindak kejahatan dan kekerasan. Bahkan orang tua yang mengekspos minum
alkohol dan penyalahgunaan obat punya kemungkinan besar akan menular pula
perilakunya kepada anak-anaknya (Febriyanti, 2012).
b.
Perilaku
Diet pada Remaja
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja
menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi
pertumbuhan secara
maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat
terlambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear. Pada masa ini
pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait
nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
kanker dan osteoporosis (Indonesian Pediatric Society, 2012).
Dari
hasil penelitian Andrea (2010) menyatakan bahwa ada
hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan perilaku diet pada remaja,
nilai r = -.554 dengan ρ (two tailed) < 0.01. Artinya semakin positif
gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin
rendah, dan begitu pula sebaliknya, semakin negative gambaran tubuh maka
intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin tinggi.Selain itu terdapat
adanya perbedaan gambaran tubuh yang signifikan antara remaja yang berjenis
kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan dengan nilai signifikansi ANAVA 0,006. Dan terakhir
tidak terdapat perbedaan perilaku diet yang signifikan antara remaja yang
berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan.
c.
Penggunaan
Narkoba pada Remaja
Menurut data Mabes Polri yang dimuat
dalam buku Kependudukan Prespektif Islam karangan M Cholil Nafis, dari 2004
sampai Maret 2009 tercatat sebanyak 98.614 kasus (97% lebih) anak usia remaja
adalah pengguna narkoba. Mudahnya generasi muda
terjerat narkoba tentu saja disebabkan oleh banyak faktor, seperti depresi
pekerjaan, masalah keluarga atau orang tua, lingkungan tempat tinggal, dan
pengaruh teman sebaya. Khusus kalangan remaja, mereka terjerat narkoba karena
faktor coba-coba, teman sebaya, lingkungan yang buruk, orang tua, serta
pengaruh media film dan televisi (Safriandi, 2013).
d.
Kebersihan
Diri pada Remaja
Dari Mikail (2011)
disampaikan bahwa penanggulangan
masalah kesehatan sebenarnya bisa dimulai dari tingkat paling
bawah seperti pembinaan anak usia sekolah, dengan memberikan pemahaman tentang
perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan, kurang dari 10 persen orang-orang Indonesia yang menggosok gigi
dengan benar.
e.
Kesehatan
Mental pada Remaja
Pada masa remaja, banyak terjadi
perubahan biologis, psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan
fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikososial).
Manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan utuh dari unsur badan, jiwa,
sosial, tidak hanya dititikberatkan pada penyakit tetapi pada peningkatan
kualitas hidup, terdiri dari kesejahteraan dari badan, jiwa dan produktivitas
secara sosial ekonomi. Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada
masa remaja berbagai stresor
yang ada, dapat timbul berbagai kondisi negatif seperti
cemas, depresi, bahkan memicu munculnya gangguan psikotik. Kesehatan jiwa
remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang
tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia
yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, 2009).
f.
Aktivitas
Fisik pada Remaja
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik diidentifikasi sebagai
faktor risiko keempat tertinggi terhadap
kematian global yang menyebabkan sekitar 3,2 juta kematian
secara global. Intensitas aktivitas fisik moderat secara reguler - seperti
berjalan kaki, bersepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga - memiliki manfaat
yang signifikan bagi kesehatan misalnya dapat mengurangi risiko penyakit
jantung, diabetes, kanker usus besar dan payudara, dan depresi. Selain itu
aktivitas fisik dengan tingkat yang memadai akan mengurangi risiko pinggul atau
patah tulang belakang dan membantu mengontrol berat badan (World Health Organization,
2014).
Jenis – jenis aktivitas fisik remaja dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan antara lain:
a)
Kegiatan ringan: hanya
memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan
dalam pernapasan atau ketahanan (endurance).
Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring,
mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar
sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main playstation, main
komputer, belajar di rumah, nongkrong.
b)
Kegiatan sedang: membutuhkan
tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan ( flexibility).
Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain
dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat.
c)
Kegiatan berat: biasanya
berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan
kekuatan (strength),
membuat berkeringat. Contoh: berlari, bermain sepak bola, aerobic, bela diri
(karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond.
Berdasarkan
aktivitas fisik di atas, dapat disimpulkan faktor kurangnya aktivitas
fisik anak penyebab dari obesitas. Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang
untuk kesehatan jantung, 60 menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan
90 menit untuk menurunkan berat badan (Rofiq dalam Nurmalina, 2011).
g.
Faktor
Protektif pada Remaja
Faktor
pelindung adalah kondisi atau atribut pada individu, keluarga, masyarakat, atau
masyarakat yang lebih luas yang ketika hadir dapat mengurangi atau
menghilangkan risiko dalam keluarga dan masyarakat serta meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan anak-anak dan keluarga. Faktor protektif membantu orang tua
untuk menemukan sumber daya, dukungan, atau strategi coping yang
memungkinkan mereka sebagai orang tua yang efektif, bahkan di bawah stres
(Child Welfare Information Gateway). Faktor protektif
mengacu pada sesuatu yang mencegah atau mengurangi kerentanan terhadap
pengembangan gangguan. Faktor pelindung umumnya termasuk ketersediaan dukungan
sosial dan penggunaan strategi koping yang sehat dalam respon terhadap stres
(Tull, 2008).
h.
Perilaku
Seksual pada Remaja
Pada masa remaja sudah memasuki pubertas, dimana perubahan fisik dan karakteristik
mulai terlihat pada masa ini, bahkan perilaku seksual yang tidak sehat
dikalangan remaja belum menikah semakin
meningkat pada masa ini, hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15- 24 tahun
menyatakan pernah melakukan hubungan seks pranikah masing-masing 1% pada remaja
perempuan dan 9% pada remaja laki-laki (Survei
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, 2007). Masih berdasarkan sumber
data yang sama menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung
semakin berani dan terbuka seperti, berpegangan tangan, berciuman serta meraba
dan merangsang. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja diperkuat dengan
data dari Depkes tahun 2009 di 4 kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan
Surabaya), menunjukan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah
melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan
seks pranikah. Banyak faktor menyebabkan remaja berprilaku seksual yang tidak
sehat, seperti faktor biologis karena pada masa ini remaja mulai mengalami
peningkatan hormon testoteron yang meningkatkan ransangan seksual pada remaja,
dan faktor social seperti membentuk suatu pertemuan dengan teman sebayanya
sedangkan pada masa ini remaja sudah mulai tertarik dan membina hubungan intim
dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan hubungan intim dengan lawan
jenisnya membuat remaja sudah tidak malu dan takut untuk mengekspresikan
perilaku seksual untuk memuaskan dirinya dan lawan jenisnya sebagai bentuk
ekspresi rasa sayang dan cinta kepada pasangannya tanpa memperhatikan resiko
yang akan dihadapi dikemudian harinya (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013).
i.
Penggunaan
Tembakau pada Remaja
Ada 4 penyebab remaja merokok yang disampaikan oleh
Sachi (2011) diantaranya:
1)
Pengaruh Orangtua.
Salah satu
temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari
rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan
anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi
perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang
bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2)
Pengaruh Teman.
Berbagai fakta
mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya.
Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau
lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja yang tidak merokok.
3)
Faktor Kepribadian
Orang
mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari
rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat
kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok)
ialah konformitas sosial.
4)
Pengaruh Iklan
Melihat
iklan di media masa dan elektonik yang menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk
mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
j. j. Kekerasan
dan cedera yang Tidak Disengaja pada Remaja
Mercy et al. (2002) dalam penelitiannya
memaparkan bahwa kekerasan oleh kaum muda adalah
salah satu yang paling terlihat bentuk kekerasannya dalam masyarakat. Di seluruh dunia, surat kabar dan
laporan media penyiaran harian, kekerasan oleh kelompok-kelompok, di sekolah
atau oleh pemuda di jalanan. Para korban utama dan pelaku kekerasan yang
terdiri dari remaja dan dewasa muda, hampir di mana-mana. Pembunuhan dan
serangan non-fatal yang melibatkan pemuda berkontribusi
besar terhadap beban global prematur kematian, cedera dan cacat. Kekerasan
remaja sangat merugikan tidak hanya korban, tetapi juga keluarga mereka,
teman-teman dan masyarakat. Efeknya terlihat tidak hanya dalam kematian,
penyakit dan kecacatan, tetapi juga dari segi kualitas hidup. Kekerasan yang
melibatkan pemuda menambah besar terhadap biaya pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan, mengurangi produktivitas, menurunkan nilai properti, mengganggu
berbagai layanan penting dan umumnya merusak tatanan masyarakat. Masalah
kekerasan remaja tidak dapat dilihat secara terpisah dari masalah perilaku
lainnya. kekerasan para pemuda cenderung untuk melakukan berbagai kejahatan.
Mereka juga sering menunjukkan masalah lain, seperti pembolosan dan menyebabkan
keluar dari sekolah, penyalahgunaan obat, berbohong, mengemudi secara bebas dan
tingginya tingkat penyakit menular seksual. Namun, tidak semua pelaku kekerasan
memiliki masalah signifikan lainnya dari kekerasan dan tidak semua pemuda
dengan masalah kekerasan. Ada kaitan erat antara kekerasan remaja dan
bentuk-bentuk kekerasan. Menyaksikan kekerasan dalam rumah atau secara fisik
atau pelecehan seksual, misalnya mungkin kondisi anak-anak atau remaja terhadap
kekerasan dianggap sebagai cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan
masalah. Terlalu lama terpapar konflik bersenjata juga dapat menyebabkan budaya
umum teror yang meningkatkan terjadinya kekerasan pada pemuda. Memahami
faktor-faktor yang meningkatkan risiko para pemuda menjadi korban atau pelaku
kekerasan sangat penting untuk mengembangkan kebijakan efektif dan program
untuk mencegah kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Andea,
R. (2010). Hubungan Antara Body Image
Dan Perilaku Diet Pada Remaja. Medan:
Universitas Sumatera Utara Press
Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. (2013). Seksualitas dan Remaja. Jakarta: Direktorat Bina
Ketahanan remaja. Komunikasi Efektif Remaja Dan Orang Tua.
Catio, Mukhlis. (2013). Peran Pendidikan
dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/peran-pendidikan-dalam-mengatasi-masalah-kesehatan-remaja.html.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Child
Welfare Information Gateway. Protective Factors. A service of the Children’s Bureau, Administration for Children and Families, U. S.
Department of Health and Human Services.
Dermawan, S. (2010).
Pengertian Minuman Keras dan Dampaknya. Dikutip dari:
http://stevendarmawan.blogspot.com/2010/01/pengertian-minuman-keras-dan-dampaknya.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Febriyanti. (2012).
Minuman Keras: Jangan Jadikan Teman! Dikutip dari: http://pebriiyanti.blogspot.com/2012/09/minuman-keras-jangan-jadikan-teman.html
Margaretha. (2012). Menilik
Perilaku Beresiko Remaja: Tantangan dalam Usaha Pencegahan dan
Penanggulangannya.
Surabaya: Universitas Erlangga Press
Hurlock.
B. E. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga
Indarjo, S. (2009). Kesehatan Jiwa
Remaja. Jurnal dari Kesehatan Masyarakat,
5(1), 2355-3595.
Indonesian
Pediatric Society. (2012). Nutrisi
Pada Remaja. Dikutip dari: http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/nutrisi-pada-remaja.html
Judarwanto, (2010). Inilah Permasalahan
Remaja Masa Kini. http://childrenclinic.wordpress.com/2010/12/23/foto-permasalahan-kesehatan-remaja/.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Mercy J, Butchart A, Farrington D, Cerdá M. Youth violence. In: Krug E,
Dahlberg LL, Mercy JA, Zwi AB, Lozano R, editors. World report on violence and health. Geneva (Switzerland): World
Health Organization; (2002). p. 25−56.
Mikail, B. (2011). Anak Sekolah, Agen
Perubahan Pola Hidup Sehat. Dikutip dari:
http://health.kompas.com/read/2011/08/18/15121480/Anak.Sekolah.Agen.Perubahan.Pola.Hidup.Sehat
Monks,
F. J. (1999). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nawawi, Qalbinur. (2013). Tiga Masalah
Utama Kesehatan Anak Usia Sekolah Di Indonesia. http://health.okezone.com/read/2013/12/05/482/907644/tiga-masalah-kesehatan-anak-usia-sekolah-di-indonesia.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Rofiq, H. D. K. dalam Nurmalina. (2011).
tinjauan pustaka aktivitas fisik remaja. Dikutip
dari: http://www.scribd.com/doc/178645998/tinjauan-pustaka-aktivitas-fisik-remaja
Sachi, O. R. (2011). Penyebab Remaja Merokok.
Dikutip dari: http://sachiolievia.blogspot.com/2011/03/penyebab-remaja-merokok.html
Safriandi.
(2013). Pengaruh Narkoba di Kalangan Remaja. http://aceh.tribunnews.com/2013/01/31/pengaruh-narkoba-di-kalangan-remaja
Santrock,
J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (edisi keenam). Jakarta:
Penerbit Erlangga
Sitaresmi, M.N. (2014). Clinical Up
Date: Masalah Kesehatan Remaja di Pelayanan Kesehatan Primer. http://obgin-ugm.com/wp-content/uploads/2014/02/Kesehatan-reproduksi-Remaja-revised.pdf. Diakses pada tanggal
17 Mei 2014.
Tull,
M. (2008). Protective Factor. http://ptsd.about.com/od/glossary/g/Protective.htm.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
World Health Organization. (2014). Physical Activity. http://www.who.int/topics/physical_activity/en/.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi untuk Kemajuan Bersama (^_^)'!!!